Industri pelayaran memegang peran sentral dalam arus perdagangan global. Lebih dari 90% barang yang diperjualbelikan di dunia dikirim melalui laut. Namun, seiring meningkatnya tekanan global terhadap isu lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik, muncul satu konsep utama yang kini menjadi sorotan: ESG Environmental, Social, Governance.
Dulu, keberhasilan pelayaran hanya dinilai dari efisiensi logistik. Kini, publik dan pemangku kepentingan menuntut lebih: transparansi, keberlanjutan, dan tanggung jawab sosial. Dunia pelayaran tak bisa lagi berlayar dengan arah lama.
Environmental: Dekarbonisasi Armada Kapal
Aspek “E” dalam ESG menuntut pelayaran global mengurangi jejak karbonnya. Menurut International Maritime Organization (IMO), sektor pelayaran menyumbang hampir 3% dari total emisi karbon global.
Beberapa langkah konkret yang kini diambil industri:
- Penggunaan bahan bakar alternatif: seperti LNG, biofuel, methanol, bahkan hidrogen.
- Inovasi desain kapal hijau: termasuk kapal bertenaga layar modern dan pelapis lambung anti-fouling yang hemat energi.
- Sistem pelabuhan berkelanjutan: dengan shore power yang mengurangi emisi saat kapal bersandar.
Perusahaan seperti Maersk dan NYK Line telah memimpin arah ini dengan armada ramah lingkungan. Namun, investasi mahal dan ketimpangan infrastruktur antar negara menjadi tantangan besar dalam implementasi global.
Social: Hak Pelaut & Keselamatan Kerja
Di balik layar industri ini, terdapat jutaan pelaut mayoritas dari negara berkembang seperti Indonesia dan Filipina. Aspek “S” dalam ESG berfokus pada perlindungan hak dan kesejahteraan mereka.
Beberapa isu sosial penting:
- Jam kerja berlebih dan tekanan mental tinggi selama berbulan-bulan di laut.
- Risiko kesehatan dan keselamatan kerja di kapal kontainer besar.
- Kurangnya perlindungan hukum jika terjadi konflik kerja atau pelanggaran kontrak.
ESG mendorong perusahaan untuk memberikan pelatihan keselamatan, akses medis, dan kontrak kerja yang adil — serta mendukung hak pelaut untuk berserikat. Dalam banyak kasus, audit ESG gagal dilewati perusahaan yang menelantarkan kesejahteraan kru-nya.
Governance: Tata Kelola dan Kepatuhan Global
Aspek “G” mengacu pada tata kelola perusahaan: apakah mereka transparan, patuh pada regulasi internasional, dan bebas dari praktik curang.
Dalam konteks pelayaran, ini meliputi:
- Kepatuhan terhadap regulasi IMO, MARPOL, dan SOLAS.
- Anti-korupsi dalam logistik dan pelabuhan.
- Pelaporan emisi dan keberlanjutan secara terbuka.
Perusahaan yang mengabaikan aspek ini berisiko kehilangan kepercayaan pasar internasional — terutama di Eropa dan Amerika Utara yang menerapkan standar ketat ESG dalam rantai pasok.
Studi Kasus: Perusahaan yang Sudah Bergerak
- Maersk (Denmark) – Menargetkan emisi netral karbon pada 2040 dan telah meluncurkan kapal bertenaga methanol.
- CMA CGM (Prancis) – Investasi pada LNG dan pengembangan pelabuhan digital yang hemat energi.
- NYK Line (Jepang) – Merintis kapal tanpa awak dengan AI dan navigasi otomatis, serta pelatihan SDM pelaut berbasis ESG.
ESG dan Negara Berkembang: Tantangan Nyata
Sayangnya, banyak pelayaran di negara berkembang masih tertinggal:
- Armada kapal tua yang boros energi.
- Minimnya pelabuhan yang siap untuk bahan bakar alternatif.
- Lemahnya sistem pengawasan terhadap keselamatan kerja.
Di sinilah peran pemerintah dan regulasi nasional menjadi penting. Tanpa campur tangan negara, ESG hanya akan menjadi standar eksklusif negara maju.
🇮🇩 Indonesia di Persimpangan ESG
Sebagai negara maritim dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi leader ESG di Asia Tenggara jika mampu berbenah.
Langkah strategis yang bisa diambil:
- Modernisasi armada pelayaran dalam negeri.
- Digitalisasi pelabuhan dan sistem logistik.
- Pendidikan dan pelatihan pelaut berbasis keselamatan dan keberlanjutan.
- Kemitraan dengan negara maju dalam pembangunan kapal hijau.
Namun, jika tertinggal dalam adopsi ESG, pelayaran Indonesia berisiko diboikot atau dikucilkan dari rantai pasok global.
ESG Bukan Tren, Tapi Keniscayaan
ESG dalam pelayaran bukan sekadar syarat untuk mendapatkan sertifikat, tetapi cermin masa depan dunia logistik. Perusahaan yang menolak beradaptasi akan tertinggal dalam persaingan global.
ESG adalah kompas moral baru bagi dunia pelayaran. Bukan hanya agar kapal berlayar lebih jauh, tapi agar dunia bisa bertahan lebih lama.